Depzkwan's Blog

My Life's Passion

Me Rewind 2017 – The Healthiest Year

 
Dibilang 2017 juga ga. Karena aku mau membandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Yang pasti cuma mau bilang kalau di tahun ini aku bersyukur banget. Bukan berarti tahun-tahun sebelumnya ga bersyukur, tapi di tahun ini lebih bersyukur lagi. 

Why

Coz aku merasa tahun 2017 ini aku merasa paling sehat. Secara jasmani. Secara emosi dan spiritual tentu saja masih harus banyak belajar lagi. 

Sewaktu masih awal-awal kerja di klinik kesehatan, akhir tahun 2014 diperiksa tekanan darah 90/60. Memang sudah dari (mungkin) kecil tekanannya kurang lebih segini atau kadang bisa turun jd 90/50, nanti bisa naik lagi 90/60. Naik turun sekitar itulah. Sebenarnya waktu itu diperiksa buat karyawan belajar pakai stetoskop. 

Eh, setelah itu malah lupa kontinuitas periksanya sampai akhirnya Oktober 2015 mengalami peningkatan signifikan menjadi 100/70. Itu pun diperiksa bagian medik waktu jadi panitia gereja dan waktu di IGD. 

Seminggu setelah kejadian itu saya resign dari klinik dalam keadaan jasmani dan emosi yang tidak stabil. Salah satu instruktur pilates memberitahu jauh sebelumnya seharusnya keluar dalam keadaan stabil, supaya detox dan ilmu kesehatan yang selama ini diajarkan bisa seutuhnya menstabilkan tubuh, jasmani, dan rohani di atas ambang batas keseimbangan. 

Namun, keputusan sudah di tangan. Kalau bisa aku berusaha sendiri dengan ilmu yang sudah di dapat. Ternyata benar saja. Terasa banget kesehatan jasmani di 2016 menurun. Penyakit yang menjadi langganan timbul dengan intensitas yang lumayan sering. Pusing, sariawan, nyeri haid, telinga berdengung, flu jadi makanan beberapa minggu sekali atau beberapa bulan sekali. Masa sariawan bisa 2 mingguan, kan menyebalkan banget jadinya waktu makan. 

Meskipun begitu, keajaiban terjadi di tahun 2017. Baru di awal tahun pun (sekitar April-Mei) sudah terasa segar. Di bulan Agustus diperiksa tensi ternyata sudah naik lagi menjadi 110/80. Wah, syukur banget. 

Masih mencari-cari, apakah tekanan darah memang berpengaruh ke seluruh tubuh? Karena pusing jadi jarang, berapa kali sariawan bisa diitung pakai jari, flu juga jarang, nyeri haid hampir tidak terasa (kalau ada juga kadarnya kecil dan tidak lama), telinga berdengung juga hampir tidak pernah. Paling yang agak mengganggu itu bagian pencernaan, tapi setidaknya jika dirata-rata dengan beberapa penyakit di atas bisa dibilang tergolong sehat di atas ambang batas keseimbangan. 

Ada yang paling parah itu flu dan pusing di akhir november berlanjut hingga awal desember, tapi hal ini sudah kujelaskan di tulisan sebelumnya. 

Kalau ditanya pakai produk apa saya juga bingung ya. Karena sewaktu di klinik itu saya banyak belajar ilmu kesehatan dan salah satunya berpegang pada prinsip supaya tidak tergantung dengan obat-obatan. Meskipun di sana juga disediakan produk (yang tidak dijual di pasaran), tapi sebagai karyawan aku hampir tidak pernah menggunakannya, kecuali memang diberikan atau diizinkan atasan. Kecuali lagi ada fasilitas yang sudah pasti diterima tiap hari, dan ada juga yang harus dilakukan tiap hari. Tapi kan itu sewaktu berada di sana, setelah keluar kan tetap saja kita harus bertahan dengan apa adanya. 

Kalau boleh saya menambahkan juga tidak tergantung pada vitamin dan produk-produk lainnya. Sama aja keluar duit kan? 

Ya tapi aku pribadi ga 100% juga sih. “Tidak tergantung” bukan berarti 100% tidak mengonsumsi vitamin. Secukupnya aja. 

Jadi intinya bagaimana cara menguatkan diri dari dalam diri kita sendiri dari gangguan internal maupun eksternal. Di situ diajarkan supaya selalu mengandalkan Tuhan. Tidak hanya itu, tapi juga tindakan dalam diri kita dan bagaimana memperlakukan orang lain juga berpengaruh. Ada sistem bernapas dan olahraga yang diajarkan juga. 

Yang saya bingung, saya masih agak kadang-kadang melakukan olahraga yang diajarkan, tapi lebih sering yang sistem bernapas sih. Tapi kondisi tubuh saya malah meningkat. 

Yang pasti saya bersyukur banget bisa mengalami peningkatan kesehatan tanpa banyak asupan produk yang masuk. 

Oleh karena itu Goals di 2018:

– lebih bisa mengolah emosi dengan baik sehingga bisa berperilaku yang baik pula. (perlu banyak belajar, apalagi di tengah masyarakat yang sering kali sifat dan sikapnya tak terprediksi)

– mempertahankan kesehatan yang sudah baik. 

– dan yang pasti berusaha meraih semua cita-cita yang belum tercapai. 
Semoga semua yang membaca juga tercapai semua resolusi dan cita-citanya. 😊

Leave a comment »

Sakit Kepala? Yakin Hanya Karena Keluhan Fisik? 

Selama sekitar 2-3 minggu kemarin aku mengalami sakit kepala. Tepatnya hilang timbul. Obat sakit kepala hanya mengurangi sakitnya saja tapi belum hilang 100%. Itu pun saya tidak minum setiap hari karena saya yakin pasti suatu saat akan sembuh. 

Meskipun ada ketakutan tersendiri, tapi aku putuskan untuk masalah sakit kepala kemarin ini tidak diperiksakan ke dokter karena tidak sampai mengalami sakit panas dan kadang-kadang masih bisa berkurang kadar sakitnya. 

Sekitar seminggu lalu saya akhirnya menyadari bahwa sepertinya bukan karena masuk angin seperti terdahulu (sekitar tahun 2011 saya pernah sakit kepala 3 hari berturut-turut sampai badan panas dan muntaber tanpa sedikitpun sakit kepala itu berkurang meskipun sudah minum obat sakit kepala, dan kata dokter ternyata hanya masuk angin. Setelah diberi obat dari dokter baru sembuh.).

Waktu 2015 saya pernah bekerja di klinik kesehatan yang mengajarkan bahwa keluhan penyakit ada yang berasal dari emosi, selain dari asupan makanan dan aktivitas. Waktu saya pusing selama 2 hari pun dokter mendeteksi bahwa itu berasal dari masalah pribadi yang sudah berlarut-larut. Setelah masalah selesai, sakit kepala pun hilang. 

Karena itu, saya berpikiran lagi bahwa sakit kepala kemarin ini bukan dari masuk angin, melainkan dari emosi saya sendiri. Apa yang salah dari diri saya? Apa yang telah saya perbuat?

Saya masih belum menemukan jawabannya hingga seseorang akhirnya keluar permanen dari rumah hari Minggu kemarin. Senin sore sakit kepala makin berkurang dan hampir tak terasa kembali hingga sekarang. 

Jawaban tersebut padahal sudah di depan mata selama berminggu-minggu. Astaga! 

Kalau boleh berkesimpulan hal itu terjadi karena energi saya dan energi dia yang sangat bertolak belakang. Makin lama bertubrukan tanpa sadar makin terpupuk hingga kedua belah pihak mengalami sakit kepala yang berkelanjutan. Saya mengetahuinya juga karena di minggu-minggu terakhir dia sering memakai koyo di pelipisnya, bersamaan dengan saya waktu sakit kepala. 

Saya tahu harusnya saya bisa mengontrol komunikasi dan emosi. Tapi apakah ada yang bisa tahan dengan si mulut besar? Mulut besar ini mencakup tukang memutarbalikkan fakta, tukang fitnah, sukanya menyalahkan orang lain, banyak alasan tak masuk akal, sombong ga penting, beraninya di belakang tapi ga bisa mengeluarkan fakta sebenarnya. Intinya: banyak bacot, ga ada isi. 

Yah, sabar… Sabar… 

Oke, terlepas benar atau tidak info yang sudah lama banget saya dapat : pernahkah mendengar kisah seorang suster yang akhirnya sembuh dari kanker karena mau memaafkan ayahnya yang ia benci dari kecil? 

Pernahkah mendengar kisah seorang karyawan yang tiba-tiba menderita kanker? Ternyata ia tidak jujur bahwa sebenarnya ia memupuk terus rasa tidak nyaman sewaktu bekerja di suatu kantor. 

Pernahkah mendengar tentang telapak tangan seseorang yang kebas (sama sekali tidak bisa merasakan apapun) dikarenakan sangat membenci seorang yang lain? 

Pernahkah mendengar seseorang yang stres karena dijodohkan hingga mimisan? Mimisan bukan sekedar mimisan karena juga disertai organ dalam yang tiba-tiba sakit (ternyata energi organ hati dan limpa kena dampaknya) dan tidak ketinggalan pula sakit kepala yang berkelanjutan. Berat badan pun turun 4 kg dari 44 kg. Dan setelah beliau benar-benar memutuskan hubungan dan tidak ada “paksaan” lagi dari keluarga sendiri dan dari pihak yang dijodohkan, penyakit itu hilang semua. (Oke, maap jadi curhat

Well, jika merasa sakit, mungkin sebaiknya bisa dilihat dari akarnya langsung. Bisa dilihat dari contoh di atas kira-kira akarnya dari mana.Ya, salah satunya dari emosi yang kita pupuk. 

Kalau emosi negatif yang dipupuk, kita memupuk penyakit. Kalau emosi positif yang dipupuk, tidak hanya kesehatan yang bertumbuh melainkan juga kebahagiaan dalam diri. 

Jadi, kalau tiba-tiba ada penyakit (terutama fisik) singgah di tubuh (bukan berarti kalau penyakit emosional tidak melihat ke belakang ya), mungkin bisa lihat diri kita ke belakang atau saat itu juga, apa yang telah atau sedang saya perbuat atau emosi apa yang sedang muncul. Tentu saja asupan dan aktivitas pun bisa menjadi salah satu alasan. 

Kalau kita mencabut dari akarnya, tentu saja batang dan daun pun akan ikut mati kan? 

Mencabut di sini bisa beberapa cara :
1. Membuat suatu keputusan dari masalah yang ada.
2. Mengontrol segala emosi yang sudah menguras energi.
3. Jangan lupa berdoa untuk meminta arahan dari-Nya 

Yuk, sama-sama belajar… Aku juga masih harus banyak belajar melihat diri sendiri. 

Jika penyakit berlanjut, hubungi dokter… 

(Tapi biasanya untuk penyakit fisik yang akarnya dari emosi biasanya dokter juga ga bisa nyembuhin 100%. Mungkin dikasih obat, tapi hasilnya antara dua : hanya berkurang tanpa hasil signifikan atau ga ngaruh sama sekali. 

Contoh nyata yang tangan kebas di atas. 

Oleh karena itu saya setuju ungkapan dari sebuah buku, yg pernah saya tulis juga di sini bahwa sebaiknya dokter, psikologi, dan psikiater saling bekerja sama. Mungkin seperti yang di serial Chicago Med kali ya. 

Inti dari semua di atas adalah: Harus berdamai dengan diri sendiri

Saya akui memang tidak mudah, tapi apa salahnya mencoba. 😊😉)

Seperti yang pernah Deddy Corbuzier katakan di acara Hitam Putihnya sekitar 3 tahun lalu (dan mungkin di media-media lainnya): “So Tonight, Drop Your Glass“.

1 Comment »